Powered By Blogger

Sabtu, 25 Februari 2012

Pengertian Bimbingan dan Konseling

Pengertian Konseling

1.       Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar.
2.       Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.
3.       Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapai  oleh klien”
4.       Bernard & Fullmer Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan,motivasi,dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut.
5.       Sertzer & Stone Konseling merupakan proses di mana konselor membantu konseli dalam membuat interpretasi-interpretasi tenteng fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
6.       Division of Counseling Psychology Konseling diartikan sebagai suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan- hambatan perkembangan dirinya,dan untuk mencapai perkembangan optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya,di mana proses tersebut terjadi setiap waktu.
7.       Adapun Prayitno dan Ermawati dalam bukunya “Dasar – dasar Bimbingan dan Konseling” merumuskan bahwa : “Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.”
8.       “Konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata dan tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik human (manusiawi) yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas dasar norma – norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri yang akan datang”.
9.       Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
10.   Menurut Jones (1951) Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
11.   Prayitno dan Erman Amti (2004:105) Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
12.   Menurut A.C. English dalam Shertzer & Stone (1974) Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
13.   Menurut APGA (American Personel Guidance Association) dalam Prayitno
(1987 : 25) Konseling adalah hubungan antara seorang individu yang memerlukan bantuan untuk mengatasi kecemasannya yang masih bersifat normal atau konflik atau masalah pengambilan keputusan.
14.   Menurut Talbert (1959) Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
15.   Menurut Cavanagh, Konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways)
16.   Menurut Tohari Musnawar (1992) Konseling dalam Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Kesemuanya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber pedoman kehidupan umat Islam.
17.   Menurut ASCA (American School Conselor Association) Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.
18.   Menurut Pepinsky & Pepinsky, dalam Schertzer dan Stone (1974) Konseling merupakan interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
19.   Menurut Smith dalam Sertzer & Stone (1974) Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
20.   Menurut Division of Conseling Psychology Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.
21.   Menurut Blocher dalam Shertzer & Stone (1969) Konseling adalah membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengrauh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang.
22.   Menurut Berdnard & Fullmer (1969) Konseling merupakan pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut.
23.   Menurut Lewis, dalam Shertzer & Stone (1974) Konseling adalah proses mengenai seseorang individu yang sedang mengalami masalah (klien) dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang bermasalah yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkan kliennye berperan secara lebih efektif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.
24.   Menurut Pietrofesa Konseling merupakan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli.
25.   Menurut Winkell (2005 : 34) Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli / klien secara tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan atau masalah khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi semuanya.

Pengertian Bimbingan
1.      Jones: guidance is the help given by one person to another in making choice and justment and in solving problems. Pengertian ini mengandung maksud bahwa pembimbing hanya bertugas membantu agar individu mampu membantu dirinya sendiri dan keputusan terakhir tergantung pada individu yang bersangkutan.
2.      Rochman Natawidjaja: bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan. Supaya individu dapat memahami dirinya dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
3.      Bimo Walgito: bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya agar dapat menyesuaikan kesejahteraan hidupnya.
4.      Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
5.      United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
6.      Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
7.      Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
8.      Menurut Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.
9.      Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
10.  Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya.
11.  Crow & Crow, bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita, yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang memadai kepada seseorang, dari semua usia untuk membantunya mengatur kegiatan, keputusan, keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri (Crow &Crow, dalam Erman Amti 1992:2)

Makalah Belajar dan Pembelajaran Kelompok




KEDUDUKAN GURU DI SEKOLAH DAN MASYARAKAT

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Belajar dan Pembelajaran
Dosen pengampu Drs. Said Alhadi, M.Pd.




Oleh :
1.      SAMBADA PANJIM M.                  NIM :  11001111
2.      MASDA RIZQI PRADEWA             NIM :  11001112
3.      IMAN ROHIMAN                            NIM :  11001115
4.      M. JINDAR HARUN                        NIM :  11001116
5.      RAHMA NAUVALIA                      NIM :  11001117




 















UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
Oktober 2011

ABSTRAK


Dalam kegiatan belajar mengajar guru berusaha menyampaikan sesuatu hal yang disebut pesan. Sebaliknya, dalam kegiatan belajar siswa juga berusaha memperoleh suatu hal. Pesan atau suatu hal dapat berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan atau isi ajaran seperti kesenian, kesusilaan dan agama.
Guru SMP kelas satu di kota A mengajar pokok bahasan ekonomi rumah tangga. Ia membuat desain pengajaran atau persiapan mengajar. Dalam desain pengajaran dirumuskan tujuan instrusional khusus. Dalam uraian pngajaran direncanakan pengajaran tentang pengertian komsumsi , barang konsumsi, barangproduksi, penerimaan rumah tangga, pengeluaran rumah tangga dan sekala kebutuhan rumah tangga. Guru telah menyiapkan media pengajaran dan yang berupa rumusan pe4ngertian, contoh barang , contoh pertimbangan kebutuhan rumah tangga. Setelah pemberian informasi guru mengadakan tanya jawab yang berkenaan ekonomi rumah tangga.
Guru SMP kelas satu di kota B, juga mengajar pokok bahasan ekonomi rumah tangga. Ia juga membuat desain intruksional.Dalam desain tersebut guru menugaskan siswa untuk melakukan wawancara dan obsetrvasi tentang kebutuhan hidup rumah tangga. Kelas dibagi menjadi 8 kelompok kecil. Ada kelompok yang mewawancarai penduduk diasekitar sekolah. Diantara penduduk yang diwawancarai ada yang menjadi petani, pedagang, pegawai negri, doktor, ulama, hakim, abri. Tiap kelompok mendistribusikan hasil tugasnya dan melaporkan penerimaan dan pengeluaran rumah tangga penduduk disekitar sekolah. Dalam diskusi kelas guru membimbing siwa untuk menarik rumusan ekonomi. Sehubung dengan ekonomi rumah tangga.
Kedua perilaku belajar mengajar tersbut mrupakan contoh penerimaan pesan. Perilaku guru smp dikota A tergolong strategi exspositori.Sedangkan perilaku guru smp di kota B tergolong strategi heuristik. Perilaku belajar mengajar exspositori merupakan pengajaran  yang terpusat pada guru. Perilaku belajra mengajar heuristik dapat dibedakan menjadi penemuan (discovery) dan inkuiri perilaku belajart mengajar inkuiri dan penemuan tersebut merupakan pengajaran yang berpusat pada siswa.


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan berkah dan karunia-Nya, atas ridho-Nya sehingga kita dapat menyusun Makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas Belajar dan Pembelajaran.
            Makalah ini kami susun dengan tujuan dapat membantu kami mendalami dan memahami “Kedudukan Guru di Sekolah dan Masyarakat”
            Kami mengucapkan  banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan karya tulis ini, terutama kepada :
1.      Drs.Kasiyarno, M.Hum. selaku Rektor Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
2.      Drs. Ishafif. M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeritas Ahmad Dahlan Yogyakarta
3.      Bapak Dody Hartanto, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
4.      Pd.Bapak Drs. Said Alhadi, M.d selaku Dosen Pengampu Matakuliah Belajar dan Pembelajaran.
5.      Rekan-rekan senasib seperjuangan di Bimbingan dan Konseling yang telah membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini.
Dan kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, kami mohon maaf  yang sebesar-besarnya. Kami menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak, dan bukanlah gading kalau tidak retak. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kami mohon kepada para pembaca atau bapak / ibu dosen untuk memberikan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan Makalah selanjutnya.
            Akhirnya mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi penulis para khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya, Amin.

                                                                        Yogyakarta,     Oktober 2011
                                                                                    Penyusun

DAFTAR ISI

ABSTRAK.......................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang Masalah...............................................................
1.2.   Rumusan Masalah.........................................................................
1.3.   Tujuan Penelitian .........................................................................
1.4.   Sistematika Penulisan ..................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Persyaratan Guru........................................................................
2.2.Guru sebagai tenaga profesional................................................
2.3.Guru sebagai pendidik dan pembimbing....................................
2.4.Beberapa peranan guru...............................................................
2.5.Hubungan guru dan siswa..........................................................
2.6.Kode etik guru...........................................................................
Bab III SIMPULAN DAN SARAN
3.1.     Simpulan ....................................................................................  
3.2.     Saran ..........................................................................................  
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang Masalah
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntunan masyarakat yang semakin berkembang dalam arti khusu dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang melakukan transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberi pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat komplek di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan siswa atau anak didik ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik sesuai dengan profesi dan tanggungjawabnya.

1.2.     Rumusan Masalah
         Setelah kami melakukan penelitian, kami mengajukan beberapa rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
1)        Apasaja persyaratan seorang guru ?
2)        Bagaimana seorang guru sebagai tenaga profesional ?
3)        Bagaimana guru sebagai pendidikan dan pembimbing ?
4)        Apasaja peranan seorang guru?
5)        Bagaimana hubungan seorang guru dan siswa ?
6)        Apa saja kode etik guru ?

1.3.       Tujuan Penelitian
   Kami melakukan penelitian dengan tujuan untuk dapat :
1)      Mengetahui persyaratan seorang guru
2)      Mengetahui seorang guru sebagai tenaga profesional
3)      Mengetahui guru sebagai pendidikan dan pembimbing
4)      Mengetahui peranan seorang guru
5)      Mengetahui hubungan seorang guru dan siswa
6)      Mengetahui kode etik guru

1.4.       Sistematika Penulisan
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang Masalah
1.2.     Rumusan Masalah
1.3.     Tujuan Penelitian
1.4.     Sistematika Penulisan      
BAB II PEMBAHASAN
2.7.Persyaratan Guru
2.8.Guru sebagai tenaga profesional
2.9.Guru sebagai pendidik dan pembimbing
2.10.       Beberapa peranan guru
2.11.       Hubungan guru dan siswa
2.12.       Kode etik guru
Bab III SIMPULAN DAN SARAN
3.1.          Simpulan
3.2.         Saran     
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     Persyaratan Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggungjawabnya guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan anatara guru dari manusia-manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.      Persyaratan administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakukan baik, mengajukan permohonan. Disamping itu ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2.      Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidik guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilah sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai secara teknis mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan atau pengajaran.


3.      Persyaratan psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis antara lain sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekwen dan berani bertanggungjawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian, disamping itu juga guru dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis tetapi juga memiliki pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta memiliki semangat yang membangun. Inilah pentingnya bahwa guru harus memiliki panggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.
4.      Syarat fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin dapat mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun guru akan selalu dilihat atau diamati atau bahkan dinilai oleh para siswa atau anak didiknya.
Dari berbagai persyaratan yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian “tersendiri” dengan berbagai ciri khususnya apalagi kalau dikatikan dengan tugas profesiannya sesuai dengan tugas profesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus :
a.       Mampu memiliki profesional
b.      Memiliki kapasitas intelektual
c.       Memiliki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan guru itu sendiri. Sebagai ilustrasi misalnya, sebagai guru sudah memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan memadai, tetapi bisa jadi belum memiliki kedewasaan di bidang edukasi sosial, sehingga mungkin masih sulit dalam memenuhi fungsinya sebagai figur dan yang harus berperan sebagai komprehensif dalam berupayanya mendewasakan pihak yang belum dewasa, (anak didik) untuk mendekati permasalahan itu perlu dilihat beberapa aspek yaitu :
1.      Aspek kematangan jasmani
2.      Aspek kematangan rohani
3.      Aspek kematangan kehidupan sosial

2.2.     Guru Sebagai Tenaga Profesional
Berbicara soal kehidupan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu memiliki banyak konotasi salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk guru. Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam scienci  dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental dari pada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.
Seorang pekerja profesional khususnya guru dapat dibedakan dari teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan, sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional pendidikan. Sehubungan dengan profesionalisme seseorang, Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa pekerjaan itu baru dikatakan sebagai suatu profesi apabila memenuhi kriteria atau ukuran-ukuran sebagai berikut :
1.      Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas,    maksudnya :
a.       Memiliki pengetahuan umum yang luas
b.      Memiliki keahlian khusus yang mendalam
2.      Merupakan karir yang dibina secara organisatoris, maksudnya
a.       Adanya keterikatan dalam suatu organisasi  profesional
b.      Memiliki otonomi jabatan
c.       Memiliki kode etik jabatan
d.      Merupakan karya bakti seumur hidup
3.      Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, maksudnya :
a.       Memperoleh dukungan masyarakat
b.      Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum
c.       Memiliki persyaratan kerja yang sehat
d.      Memiliki jaminan hidup yang layak
Selanjutnya Westby dan Gibson mengemukakan ciri-ciri keprofesian di bidang pendidikan sebagai berikut :
  1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dikerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai sebagai suatu profesi
  2. Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi di bidang kedokteran, harus pula mempelajari, anatomi, bakteriologi, dan sebagainya, dan juga di bidang keguruan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dan lain-lain.
  3. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang itu melakukan pekerjaan profesional
  4. Memiliki mekanisme yang menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja.
  5. Memiliki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.

2.3.     Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Guru sebagai pendidik dan pembimbing pada buku ini sengaja dijadikan sub pembahasan tersendiri karena memiliki makna yang cukup mendasar dalam upaya melihat bagaimana kedudukan guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan. Hal ini sekaligus melengkapi pembahasan sebagai istilah mendidik dan mengajar sengaja dibedakan dengan menempatkan dua istilah dalam tanda petik (“...”)
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seorang yang memang memiliki “kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya, dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru  sesorang harus memiliki kepribadian.
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai “pendidik”. Guru memang seorang “pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengejar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatih beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “Mendidik” sikap mental seseorang, seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan tetapi bahaimana pengetahuan itu harus didikan dengan guru sebagai idolanya. Dengan “mendidik” dan menanam nilai-nilai yang terkandung pada berbagai pengetahuan dibarengi dengan contoh-contoh teladan sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik atau siswa dapat menghayati kemudian menjadikan miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap mental. Jadi tugas guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tapi juga “mendidik” seorang menjadi warga negara yang baik, menjadi seorang yang berkepribadian yang baik dan utuh. Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari, oleh karena itu, pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan di transfer. Mendidik adalah mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaanya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian, secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik”  yang transfer of values. Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi jadi contoh seorang pribadi manusia.
Sebagai seorang pendidik guru harus memenuhi beberapa syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan.
Kemudian pada zaman kolonial, fungsi guru sebagai “pengajar” lebih menonjol. Hal ini disesuaikan dengan maksud kaum kolonial untuk menghasilkan orang-orang yang dapat bekerja untuk kaum kolonial. Soal pribadi dan etika dan serta sikap mental kurang mendapatkan perhatian.
Bagaimana dalam perkembangan masa berikutnya ? secara tidak disadari dalam berbagai praktik dan pelaksanaan dalam kegiatan belajar mengajar khususnya dan proses pendidikan pada umumnya. Fungsi guru sebagai “pengajar” (Penyampai ilmu pendidikan) masih cenderung untuk menonjol. Hal ini dapat dilihat dalam kenyataan sehari-hari bahwa guru pada umumnya akan memberikan kriteria keberhasilan anak didiknya melalui nilai-nilai pelajaran yang diajarkan setiap harinya serta kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak sehar-harinya. Dalam kaitan ini berarti guru disifati sebagai seorang yang hanya lebih dan tinggi soal ilmu pengetahuan saja. Akibatnya eksistensi guru hanya akan dihormati siswanya sewaktu mengajar di sekolah. Sedang di luar sebagai manusia yang sama saja dengan manusia pada umumnya.
Guru adalah sebagai seorang yang memiliki kiat. Dalam hubungannya dengan fungsinya sebagai pendidik, maka menjadi guru berarti menjadi pribadi yang terintegrasi.
Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing. Pengertian pembimbing dalam hal ini lebih luas dari fungsi “memibimbig”. “Bimbingan” adalah seorang termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan.
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembingbing, minimal ada dua fungsi yakni, fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tinjauan secara umum guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya, oleh karena itu guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidikn dan pembimbing juga diwarnai oleh fungsi moral itu. Bergayut dengan ini ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan tugas kepengabdiannya :
1.      Merasa terpanggil
2.      Mencintai dan menyayangi anak didik
3.      Mempunyai rasa tanggung jawab penuh dan sadar mengenai tugasnya
Pendidikan adalah usaha pendidik memimpin anak didik secara umum untuk mencapai perkembangannya adalah menuju kedewasaan jasmani maupun rohani dan bimbingan adalah usaha pendidik memimpin anak didik dalam arti khususnya. Misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan yang dihadaoi anak didik atau siswa. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantoro dengan sistem among, “ing madyo mangun karso”.

2.4.     Beberapa Peranan Guru
Mengenai apa peranan guru itu, ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai berikut :
1.      Prey Katz, menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dapat mengembangkan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
2.      Havighust menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employee)  dalam hubungan kedinasan sebagai bawaan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai modiator dalam hubungannya dengan anak didik sebagai pengatur disiplin evaluator dan pengganti orang tua.
3.      James W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain menguasai, mengembangkan materi pelajaran, merencanakan persiapan pelajaran sehari-hari, mengeontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
4.      Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, mengungkapkan bahwa peranan guru di sekolah tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi juga berperan sebagai transformer  dan katalisator dari nilai dan sikap.
Dari beberapa pendapat diatas maka peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut :
a.       Informator
b.      Organisator
c.       Motivator
d.      Pengarahan atau direktor
e.       Inisiator
f.       Transmiter
g.      Fasilitator
h.      Mediator
i.        Evaluator



2.5.     Hubungan Guru dan Siswa
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal banyak dipengaruhi komponen-komponen belajar mengajar. Sebagai contoh bagaimana cara mengorganisasikan materi, metode yang ditempatkan, media yang ditempatkan, dan lain-lain. Tetapi disamping komponen-komponen pokok dalam kegiatan belajar mengajar ada faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa yaitu soal hubungan antara guru dan siswa.
Hubungan guru dengan siswa atau anak didik di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang digunakan, namun jika hubungan guru, siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.
Dalam hubungan ini salah satu cara mengatasinya adalah melalui contact hours di dalam hubungan guru siswa. Contact hours atau jam-jam bertemu antara guru siswa pada hakikatnya merupakan kegiatan di luar jam-jam presentasi di muka kelas seperti biasanya. Untuk tingkat perguruan tinggi peranan contact hours ini sangat penting sekali.
Perlu digaris bawahi bahwa kegiatan belajar mengajar tidak hanya melalui presentasi atau sistem kuliah di depan kelas bahkan sementara dikatakan bahwa metode dengan kuliah (presentasi) tidaklah dianggap sebagai satu-satunya proses belajar yang evisiensi bila ditinjau dari segi pengembangan sikap dan pikiran intelektual yang kritis dan kteatif.
Dengan demikian bentuk-bentuk kegiatan belajar mengajar selain memlalui pengajaran di depan kelas perlu diperhatikan bentuk-bentuk kegiatan belajar mengajar yang lain. Cara-cara atau bentuk-bentuk belajar itu antara lain dapat melalui contact hours tadi. Dalam saat-saat semacam itu dapat dikembangkan komunikasi dua arah. Guru dapat menanyai dan mengungkapkan keadaan siswa dan sebaliknya siswa mengajukan persoalan dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilan suatu proses interaksi dan komunikasi yang humanistik.  Memang guru yang menerapkan prinsip-prinsip humanistic approach  akan tergolong pada humanistic teacher hal ini jelas akan sangat membantu keberhasilan study para siswa, berhasil dalam arti tidak sekedar tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik. Dengan demikian tujuan kemanusiaan harus selalu diperhatikan sehingga salah satu hasil pendidikan yang diharapkan yakni human people, yakni manusia yang memiliki kesadaran untuk melakukan orang lain dengan penuh respect dan dignity.
Apabila hal tersebut dapat terpenuhi, maka akan terciptalah suatu komunikasi yang selaras atara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Memang untuk itu ada beberapa persyaratan yang seyogianya perlu diperhatikan. Persyaratan itu antara lain :
1.      Perlu didedikasi yang penuh di kalangan guru yang disertai dengan kesadaran akan fungsinya sebagai pamong bagi anak didiknya
2.      Menciptakan hubungan yang baik antara sesama staf pengajar dan pimpinan, sehingga mencerminkan hubungan baik antara guru dan siswa
3.      Sistem pendidikan dan kurikulum yang mantap
4.      Adanya fasilitas ruangan yang memadai bagi para guru untuk mencukupi kebutuhan termpat bertamu antara guru dan siswa
5.      Rasio guru dan siswa yang rasional sehingga guru dapat melakukan didikan dan hubungan secara baik.
6.      Perlu adanya kesejahteraan guru yang memadai sehingga tidak terpaksa harus mencari hasil sampingan.

2.6.     Kode Etik Guru
Dalam dunia kedokteran sudah lama dikenal adanya kode etik dokter. Dalam dunia jurnalistik ada kode etik jurnalistik dan lain-lain. Semua itu dimaksudkan untuk menjaga dan kemurnian profesi. Begitu juga guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan memiliki kode etik yang dikenal dengan Kode Etik Guru Indonesia. Kode etik ini dirumuskan sebagai hasil kongres PGRI XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta.
1.      Mengapa perlu kode etik guru ?
Sudah disebut di depan bahwa guru adalah tenaga profesional di bidang pendidkan yang memiliki tugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik yang menjadi manusia yang berkepribadian pancasila. Dengan demikian guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan. Sehubungan dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar terhindar dari segala bentuk penyimbangan. Kode etik menjadi pedoman baginya agar tetap profesional. Setiap guru yang memegang keprofesionalannnya sebagai pendidikan akan selalu berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.
Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat bagaimana pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati. Dalam hubungan ini jabatan guru yang betul-betul profesional selalu dituntut adanya kejujuran profesional. Sebab kalo tidak, ia akan kehilangan pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup di luar lingkup keguruan.
2.      Apa itu kode etik ?
Secara harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi kode etik guru diartikan : Aturan tata susila keguruan. Maksudnya aturan tentang keguruan yang mencakup pekerjaan guru dari segi susila. Maksud kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik dan tidaknya menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban.
Menurut Wetsby Gibson kode etik dikatakan sebagai suatu statemen formal yang merupakan norma dalam mengatur tingkah laku guru. Sehubungan dengan itu maka tidaklah terlalu salah kalau diaktakan bahwa kode etik guru merupakan semacam penangkal dari kecenderungan manusiawi seorang guru yang menginginkan menyeleweng, agar tidak jadi berbuat menyeleweng.  Kode etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan peranna guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari sembilan item :
a.       Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila
b.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
c.       Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi dengan anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan
d.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik
e.       Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan
f.       Guru secara sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan
h.      Guru secara bersama-sama memelihara membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai suasana pengabdiannya
i.        Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan




BAB III
PENUTUP

3.1.  Simpulan
Perilaku mengajar dengan strategi ekspositori juga dinamakan model ekspositori. Model pengajaran ekspositori merupakan belajar mengajar yang terpusat pada guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan pengejaran. Tujuan pengajaran ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Hal-hal yang esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan pada siswa.
Peranan guru yang penting adalah sebagai berikut : (i) penyusunan progam pembelajaran (ii) pemberi informasi yang benar, (iii) Pemberi fasilitas belajar yang baik (iv) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar (v) penilai pemerolehan informasi
Perana siswa yang penting adalah (i) pencari informasi yang benar (ii) pemakai media dan sumber yang benar (iii) penyelesaian tuga sehubungan dengan penilaina guru adapun hasil beberapa dievaluasi adalah luas dan jumlah pengetahuan, ketrampilan, dan nilai yang dikuasai siswa. Pada umumnya alat evaluasi hasil belajar yang digunakan adalah test yang telah dibukukan atau tes yang dibuat oleh guru.
Perilaku mengajar dengan strategi inkuiri juga disebut sebagai model inkuiri. Model inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengelola pesan sehingga memperoleh pengetahuan,ketrampilan,dan nilai-nilai. Model pengajaran inkuiri merupakan pengajaran yang terpusat pada siswa. Dalam pengajaran ini siswa menjadi aktif belajar.
Tekanan utama pembelajaran dengan sistem inkuiri adalah                            (i) pengembangan kemampuan berfikir individual lewatpenelitian.                      (ii) peningkatan kemampuan mempraktekan metode dan teknik penelitian. (iii) latihan ketrampilan intelektual khusus,yang sesuai dengan cabang ilmu tertentu. (iv) latihanmenemukan sesuatu seperti,belajar bagaimana belajar sesuatu. Ada beberapa ahli yang mengembangkan model inkuiri seperti Suchman, Massialas, Cox dan Schwab (Joycee N Weil, 1980).
Peranan guru yang penting adalah menciptakan suasana bebas berfikir,sehingga siswa berani bereksporasi dalam penemuan dan pemecahan masalah, sebagai fasilitator dalam penelitian.Sebagai pembimbing proses berfikir,guru menyampaikan pertanyaan. Peran pembimbing tersebut menonjol pada strategi guidded inquiry.
          Peran siswa yang sangat penting ialah mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahan masalah, pelaku aktif dalam belajar melakukan penelitian, penjelajah tentang masalah dan metode masalah, dan penemu pemecahan masalah.
          Evaluasi hasil belajar model inkuri meliputi ketrampilan pencaharian dan perumusan masalah, ketrampilan pengumpulan data atauinformasi, ketrampilan menarik kesimpulan, dan laporan.



3.2.  Saran
1.      Kepada rekan-rekan semoga ketika menghadapi sebuah tugas atau perintah dari guru / dosen hendaknya dilaksanakan dan dikerjakan secara bertahap jangan menggunakan sistem kebut semalam, yang nantinya akan mengakibatkan situasi kontrol dan emosi ketika mempresentasikan akan terganggu karena kurang tidur semalaman.
2.      Makalah ini merupakan tonggak awal pembuatan makalah di perguruan tinggi, maka jika ada kesalahan-kesalahan baik yang sifatnya kecil atau besar maka kami mohon bimbingan dan arahan dari semua pihak.
3.      Semoga kita semua semakin bersemangat ketika menyelesaikan tugas, baik tugas individu maupun tugas kelompok.


DAFTAR PUSTAKA

Annurahman, 2009. Belajar dan Pembelajaran. CV. Alvabeta. Bandung
Dimyati & Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Bandung
Prayitno dan Erman Amti. 2008. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta. Jakarta
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Alhadi, Said. 2011. Ringkasan Materi Kuliah Belajar dan Pembelajaran. FKIP UAD. Yogyakarta