Powered By Blogger

Selasa, 03 Mei 2011

SEJARAH SINGKAT KABUPATEN CIAMIS

URAIAN SINGKAT HARI JADI
KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIAMIS
TANGGAL 12 JUNI 1642

Dari mana akan dimulai atau dijadikan tanggal permulaan sebagai hari jadi Kabupaten Ciamis, apakah dari zaman Rahiyangta di Medangjati, dari zaman Rakean Jamri atau Rahiyang Sanjaya sebelum Ciung Wanara yang pernah memimpin Galuh serta melebarkan kawasan Galuh sampai ke Malaya, Keling, Khmer dan China sebagaimana tercantum dalam Sarga XI Carita Parahyangan ataukah diambil dari peristiwa :
1. Digantinya nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis oleh Bupati Raden Tumenggung Sastrawinata pada tahun 1916;
2. Memindahkan pusat pemerintahan dari Imbanagara ke Cibatu ( sebelah selatan Ciamis ) oleh Bupati R.A.A Wiradikusuma pada tanggal 15 Januari 1815.
Untuk dapat lebih bisa dipertanggungjawabkan, oleh DPRD Kabupaten Ciamis dengan surat keputusannya tanggal 6 Oktober 1970 Nomor : 36 / X / kep / DPRD / 1970, disempurnakan dengan surat keputusan tanggal 8 Februari 1971 Nomor : 5 / II / kep. / DPRD / 1971, dibentuklah Panitia Penyusunan Sejarah Galuh (PPSG). Panitia ini didampingi oleh Tim Akhli Sejarah yang dipimpin oleh Drs. Raden H Said Raksanegara dari IKIP Bandung. Kemudian panitia ini telah menyusun draf penulisan sejarah Galuh dan secara resmi menyerahkannya ke DPRD sekaligus dengan saran penetapan tanggal hari jadi Kabupaten Galuh Ciamis. Laporannya diajukan dalam Sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis tanggal 17 Mei 1972. DPRD menerima draft penulisan sejarah Galuh ini sebagai pegangan autentik kemudian menetapkan hari jadi Kabupaten Galuh Ciamis pada tanggal 12 Juni 1642. Keputusan ini dituangkan dalam surat keputusan DPRD tanggal 17 Mei 1972 Nomor : 22 / V / kep / DPRD / 1972.
Kata Galuh berasal dari bahasa sansekerta yang berarti jenis batu permata, Raden Galuh berarti Puteri yang belum menikah, Istana Galuh berarti Istana Keputren ( CHC Klinkert, Maleischnederl Woordenbook 1902 ). Dari Carita Parahyangan, kropak nomor 406 yang disimpan dibagian Naskah Museum Pusat Jakarta Sarga VIII sampai Sarga XIV, menyebut Raja Sanjaya selaku Ratu Galuh. “Rahiyang Sanjaya kawekasan ring Medang Raturing Galuh Sang Seuweu Karma ( Sarga XI )”. “Ti Inya Rahiyang Sanjaya nyambrang ka desa, Malayu Diprang di Kemir, eleh Rahiyang tanggana diprang Devi ka Keling oleh Sang Sriwijaya diprang kabrus eleh Ratu Jayadana, diprang ka China oleh Patih Sarikaladarma, mulang Rahiyang Sanjaya ka Galuh ti sabrang ( Sarga XI akhir )”.
Begitu juga Prasasti Canggal di Kedu menyebutkan juga tentang Raja Sanjaya nama tokoh yang hidup pada abad VII Masehi. Prasasti ini memberi keterangan yang cukup luas tentang Prabu Sanjaya antara lain :
“Namanya ialah Sang Raja Cri Sanjaya dengan jasanya sebagai Matahari mashur dimana-mana, beliau adalah putera Sang Sannaha saudara perempuan Sang Raja Sanna”. Dinasti Sanjaya pada tahun 846 membangun Candi Prambanan, dan catatan ini resmi dari catatan Dinas Purbakala dan merupakan fakta sejarah.
Apa benar Raja Galuh yang bernama Raja Sanjaya ini pernah memerintah di daerah Kedu sebagai pusat pemerintahannya, kemudian meluaskan kekuasaannya sampai ke Khmer ? Carita Parahiyangan kropak 406 menyatakan bahwa ayah Rahiyang Sanjaya adalah Sang Sena yang ketika menjadi raja di Galuh terjadi perebutan kekuasaan oleh Rahiyang Bunisora saudara tirinya sendiri, kemudian Ia dibuang ke daerah Gunung Merapi “Na Sang Sena dianteurkeun ka Gunung Marapi, di Seuweu Rakeyan Jambri”. Di Jawa tidak ada lagi Gunung Merapi selainnya di daerah Kedu, jadi Sanjaya dibesarkan di daerah Gunung Merapi kemudian setelah ayahnya meninggal dunia, Rahiyang Sanjaya yang juga dikenal Rakean Jamri menyusun pemerintahan baru di daerah Jawa Tengah malahan sampai ke Malaya dan Khmer.
Selain terkenal sebagai Raja yang berkuasa besar dan sebagai panglima perang yang tangguh, Raja Sanjaya terkenal pula sebagai raja yang sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Pada Sarga XII Carita Parahiyangan hal ini ditegaskan “hanteu dipilarang na omas na beusi ku Rahiyang Sanjaya, hengan huripna urang reya dipilarang”, artinya “baik mas maupun besi logam mulia lainnya tidak akan dihargai oleh Rahyang Sanjaya, yang dihargai dan diharapkannya adalah kesejahteraan rakyat”. Kemudian tercatat Parebu Raja Wastu atau yang juga dikenal namanya Parebu Niskalawastu Kancana (Batu Tulis Kawali dan Prasasti Tambaga Kabantenan Bekasih) yang hidup enam abad kemudian, yang menurut penulisan sejarah tercatat menjadi Raja Galuh di Kawali sejak tahun 1371 sampai dengan tahun 1475 ( 104 tahun lamanya ) karena sangat baiknya menjadi Ratu.
Raja ini terkenal dengan banyaknya mendapat pujian. Wangsitnya semua menyuruh melakukan kebaikan bagi kesejahteraan negara dan bangsa. Tercatat dalam lontar “ku beet hamo diukih, nya mana sang tarahan enak lalayaran ngawakan manu raja Sasana. Sanghyang apah teja, bayu, akasa, sangbu enak-enak ngalungguh di Sanghyang Jagat Palaka”; artinya pada zaman pemerintahan Prabu Wastukancana aman tentram kertaraharja, para pupuhu kampung dan rakyat pada enak makan, para resi tentram dalam melaksanakan tugas keresiannya mengamalkan purbatisti purbajati, para dukun tentram melakukan perjanjian-perjkanjian dengan menggunakan peraturan yang bertalian dengan kehidupan membagi-bagi hutan dan sekelilingnya baik oleh yang kecil maupun oleh yang besar tidak akan ada kericuhan. Para pelaut merasa aman berlayar menurut peraturan Ratu, air, cahaya, angin, langit, bumi merasa senang berada pada pimpinan pengayom jagat ( Parebu Raja Wastu mendapat julukan pengayom jagat / jagat palaka ).
Karyanya sendiri tersurat pada prasasti Astana Gede yang antara lain berbunyi “…nu mahayunan kadatuan surawisesa, nu marigi sakuriling dayeuh, nu najur sagala desa…” ini kesemuanya merupakan karya beliau selainnya memperindah kota termasuk keratonnya juga membuat saluran-saluran air di seluruh wilayah, dan memakmurkan seluruh desa-desa yang ada di wilayah Galuh. Setelah pemerintahan beliau, maka pusat pemerintahan dipindahkan ke Pakuan ( Bogor sekarang ). Galuh pada masa akhir pemerintahan Padjadjaran atau pada masa runtuhnya Kerajaan Padjadjaran tidak dapat kita ketahui dengan pasti. Kita baru menemukan kembali cerita tentang Galuh dari tahun 1595 yang menyatakan bahwa sejak tahun itu Galuh merupakan wilayah kekuasaan Mataram dengan batas-batas wilayahnya :
- Sebelah Timur : Sungai Citanduy
- Sebelah Barat : Gunung Galunggung, Sukapura dan Sungai Cijulang
- Sebelah Utara : Daerah Sumedang dan Cirebon
- Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Menurut Dr. F. De Haan, tempat-tempat yang sekarang masuk Provinsi Jawa Tengah seperti Majenang, Dayeuhluhur, Sidareja dan Pagadingan pada mulanya masuk daerah Galuh juga. Tempat-tempat yang merupakan pusat kekuasaan Galuh di waktu itu masing-masing dikepalai oleh seorang yang berkedudukan sebagai raja-raja kecil yang biasanya dipandang sebagai bupati yang kebanyakan mempunyai hubungan darah antara satu sama lain melalui perkawinan yakni berada di :
a. Cibatu ( sebelah selatan kota Ciamis ) Desa Linggasari.
b. Garatengah ( daerah Cineam ) Kabupaten Tasikmalaya sekarang.
c. Desa Imbanagara ( sebelah barat kota Ciamis ).
d. Kawali ( sebelah utara kota Ciamis ) berada di lintasan Ciamis~Cirebon.
e. Ciancang ( sekarang Desa Utama ) letaknya 4 km dari kota Ciamis arah timur.
f. Bojonglopang ( Desa Kertabumi sekarang ) letaknya sebelah timur laut Desa Utama.
g. Kawasen ( sekarang Wilayah Banjarsari ) Ciamis bagian selatan.
Mataram berusaha u ntuk menanamkan pengaruhnya secara intensif di Galuh dilakukan oleh Sultan Agung mengusir VOC dari Batavia, karena Galuh merupakan salah satu daerah penting sebagai batu loncatan dan sumber tenaga manusia untuk dijadikan prajurit, dalam penyerbuan ke Batavia sebagai realisasi politiknya ini Sultan Agung mengangkat Adipati Panaekan menjadi Bupati Wedana di Galuh ( semacam Gubernur ). Adipati Panaekan adalah putra Prabu Galuh Ciptapermana keturunan sPrabu Haur Koneng. Sementara itu di Jawa Barat ada 2 tokoh yang sangat berpengaruh yaitu :
1. Dipati Ukur yang memerintah di Ukur ( Bandung sekarang ).
2. Pangeran Rangga Gempol I yang memerintah di Sumedang Larang.
Keduanya tidak pernah sependapat di dalam menentukan kebijaksanaan mengusir VOC/Belanda yang bercokol di Batavia. Pengaruh pertentangan pendapat kedua tokoh itu meluas sampai juga ke Galuh.
Adipati Panaekan berselisih pendapat dengan adik iparnya Dipati Kertabumi ( Bupati Ciancang ) yang akhirnya mengakibatkan terbunuhnya Adipati Panaekan. Jenazah Adipati Panaekan dihanyutkan ke Sungai Citanduy, dan tempat itulah (Karangkamulyan sekarang) jenazah Adipati Panaekan dimakamkan. Sebagai penggantinya ditunjuk Adipati Imbanagara yang ada pada waktu itu berkedudukan di Garatengah ( Cineam Kabupaten Tasikmalaya sekarang ). Dalam usaha Mataram melenyapkan penjajahan Belanda di Jawa tahun 1628 dibawah pimpinan Sultan Agung dilakukan penyerangan ke kota Batavia dengan dibantu anak buah Dipati Ukur, namun serangan kesatu itu gagal kemudian dilanjtkan dengan serangan kedua pada tahun 1629. Akan tetapi Dipati Ukur yang semula membantu Mataram mengusir Belanda ternyata berbalik menentang Mataram. Tindakan politik Dipati Ukur ini telah berekor panjang, dimana Dipati Imbanagara telah menjadi korban politiknya.
Issu Dipati Imbanagara membantu politik Dipati Ukur menentang Mataram telah mengakibatkan kecurigaan pihak Mataram. Akhirnya Mataram mengirimkan utusan untuk mendengar pertanggungjawabannya dengan mengambil tempat di Kertabumi, walaupun kedudukan Dipati Imbanagara lebih tinggi yang pada waktu itu berpusat di Garatengah. Di tengah perjalanan Bupati Imbanagara dicegat serombongan orang yang mengaku utusan Mataram yang diberi wewenang untuk melaksanakan hukuman mati terhadap Dipati Imbanagara dan sebagai buktinya kepala Dipati Imbanagara harus dibawa ke Mataram. Peristiwa berdarah ini terjadi pada tahun 1636 di sekitar daerah Bolenglang dimana badan jenazah Dipati Imbanagara dimakamkan di makam Gegembung sekarang. Gegembung sendiri artinya adalah badan tanpa kepala.
Para pengikut Dipati Imbanagara yang tidak puas dengan peristiwa yang menimpa pemimpinnya mencegat utusan Mataram yang berusaha membawa kepala Dipati Imbanagara ke Mataram di Sungai Citanduy dan konon menurut cerita dalam bentrokan tersebut kepala Dipati Imbangara jatuh ke Sungai Citanduy. Tempat jatuhnya kepala Dipati Imbanagara ini dikenal sebagai Leuwi Panten. Akhirnya Mataram menyadari kekeliruan ini dan Mataram menyatakan penyesalannya, dan sebagai tanda penyesalannya dan sebagai jasa baiknya Mataram menunjuk putra Dipati Imbanagara yang bernama Mas Bongsar sebagai penggantinya (Bupati Garatengah).
Namun, karena pada waktu itu baru berumur 13 tahun maka pemerintahan diwakilkan kepada Patih Wiranangga yang pernah ambisi karena penghianatan anak buah sendiri, Mas Bongsar pernah hidup sengsara di tempat persembunyiannya. Tapi berkat keuletan dan ketinggian budinya semua cobaan dapat diatasi, sedangkan anak buah yang berkhianat diampuninya dengan segala kebesaran jiwanya. Sultan Mataram mengatakan agar Imbanagara dijadikan nama kabupaten yang diperintahnya. Setelah beliau berkedudukan sebagai bupati penuh tanpa didampingi wali lagi, Raden Adipati Aria Panji Jayanagara telah memindahkan pusat kekuasaannya dari Garatengah (Cineam Tasikmalaya) ke Calincing, tetapi tidak lama kemudian dipindahkan lagi ke Barunay (Imbanagara). Pada tanggal 14 Maulud yang tahun masehinya jatuh pada tanggal 12 Juni 1642. Sekarang nama Barunay hanya nama sebuah kampung di Desa Imbanagara.
Perpindahan pusat Kabupaten Galuh dari Garatengah ke Imbanagara pada tanggal 12 Juni 1642 telah tercatat sebagai titimangsa bersejarah dalam perkembangan sejarah terjadinya Kabupaten Galuh Ciamis dengan wilayah kekuasaannya seluas sekarang karena :
1. Peristiwa tersebut membawa akibat yang positif terhadap perkembangan pemerintah dan rakyatnya.
2. Perubahan tersebut mengandung unsur perjuangan dari pemegang pimpinan terhadap kesejahteraan rakyatnya dan unsur kemerdekaan / kebebasan bagi rakyatnya masih dipertahankan dalam menentang kekuasaan orang asing (penjajah).
3. Pada zaman itu Kabupaten Galuh dibawah kekuasaan Bupati Raden Adipati Aria Panji Jayanagara merupakan wilayah yang merdeka dan berdaulat meskipun ada pengakuan terhadap kekuasaan Mataram yang sebenarnya hanya sebatas saling membantu.
Maka berdasarkan pertimbangan inilah hari jadi Kabupaten Galuh Ciamis diresmikan pada tanggal 12 Juni 1642, sedangkan perubahan nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis dilakukan oleh Bupati Raden Tumenggung Sastrawinata pada tahun 1916. Dan pemindahan ibukota pemerintahan dari Imbanagara ke Cibatu (Ciamis) dilakukan pada saat pemerintahan Bupati Wiradikusumah yang sejak pengangkatannya pada tanggal 15 Januari 1815 telah memindahkan pusat pemerintahannya dari Imbanagara ke Ciamis. Sejarah hari jadi Kabupaten Ciamis tidak terlepas kaitannya dengan sejarah perkembangan Kabupaten Galuh itu sendiri.


























SILSILAH PARA BUPATI YANG TELAH MEMERINTAH
KABUPATEN CIAMIS SEJAK ADIPATI JAYANEGARA

1. Raden Adipati Aria Panji Jayanagara ( Mas Bongsar ) tahun 1636-1678, dimakamkan di Ciwahangan Girang.
2. Raden Adipati Aria Anggapraja tahun 1678, dimakamkan di Pakuncen, tidak lama menjadi bupati karena tidak bersedia bekerjasama dengan Kompeni VOC.
3. Raden Adipati Angganaya tahun 1878-1693, dimakamkan di Ciwahangan Hilir.
4. Raden Adipati Sutadinata tahun 1693-1706, dimakamkan di Gunung Ardilaya.
5. Raden Adipati Kusumadinata I tahun 1706-1727, dimakamkan di Majaganda Kaler.
6. Raden Adipati Kusumadinata II tahun 1727-1732, dimakamkan di Majaganda Kidul Desa Gegempalan (Cikoneng sekarang).
7. Dalem Jagabaya tahun 1732-1751, dimakamkan di Tanjung Manggu.
8. Raden Adipati Kusumadinata III tahun 1751-1801, dimakamkan di Gunungsari Imbanagara.
9. Raden Adipati Natadikusumah tahun 1801-1806.
10. Raden Adipati Surapraja tahun 1806-1811, dimakamkan di Gunungsari Imbanagara.
Pada saat ini Gubernur Jenderal Daendelles tahun 1811 diganti oleh Janssen, karena Daendelles dianggap tidak mampu mempertahankan serangan Inggris sehingga Jawa jatuh ke Inggris ( English East India Company ) dengan Gubernur Jenderal Raffles.
Pada waktu Raffles, diadakan perubahan-perubahan wilayah administrasi di galuh diantaranya :
- Kabupaten Galuh Imbanagara harus melepaskan wilayah Pasirpanjang, Manonjaya, Cijulang dan Cikatomas untuk digabung ke Kabupaten Sukapura.
- Melepaskan wilayah Cimaragas, Banjar Patroman, Pamarican, Mangunjaya, Padaherang, dan Mangunsari (Kedungwuluh sekarang) untuk digabungkan ke Kabupaten Kawasen.
- Selain itu pula harus melepaskan wilayah-wilayah seperti Nusakambangan, Sidareja, Karangpucung, Pagadingan, Majenang dan Dayeuhluhur untuk digabung ke Banyumas.
11. Raden Tumenggung Jayeng Pati Kartanegara tahun 1811-1812.
12. Raden Tumenggung Natanegara tahun 1812 (asal Cirebon).
13. Pangeran Sutawijaya tahun 1812-1815 (asal Cirebon).
14. Raden Tumenggung Wiradikusumah tahun 1815-1819, dimakamkan di Cigadung Imbanagara (bupati yang keempat belas inilah yang memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Galuh dari Imbanagara ke Ciamis, pada zaman beliau nama Kabupaten Galuh Imbanagara diganti menjadi Kabupaten Galuh). Pada saat ini pemerintahan di Jawa sudah kembali ke Kompeni dengan Gubernur Jenderalnya Van Der Cappellen.
15. Raden Adipati Adikusumah tahun 1819-1839, dimakamkan di Gunung Galuh Imbanagara. Pada masa beliau Kabupaten Kawali dan Kabupaten Panjalu serta Kabupaten Kawasen digabungkan masuk wilayah administrasi Kabupaten Galuh.
16. Raden Adipati Aria Kusumadiningrat tahun 1839-1886, dimakamkan di Jambansari Selagangga. Beliau ini yang membangun Gedung Negara (Loji), Gedung Kabupaten, Masjid Agung dan Nagawiru serta kantor lainnya yang sampai sekarang bangunan-bangunan ini masih ada. Pada masa pemerintahan beliau, juga berhasil menghilangkan cultur stelsel atau tanam paksa di Ciamis. Membangun sarana-sarana peningkatan pangan, Dam Nagawiru, Cimandala Mangundireja berikut saluran-saluran irigasinya. Menebarkan bibit pohon kelapa sehingga Ciamis menghasilkan produksi kopra yang merupakan produksi nomor dua setelah padi.
17. Raden Adipati Aria Kusumasubrata tahun 1886-1914, dimakamkan di Sukasirna Ciamis.
18. Raden Tumenggung Aria Sastrawinata tahun 1914-1935, pada masa pemerintahan beliaulah nama Kabupaten Galuh dirubah menjadi Kabupaten Ciamis.
19. Raden Tumenggung Aria Sunarya tahun 1935-1944, asal Sukapura. Pada masa pemerintahan beliau inilah dilakukan penggabungan wilayah-wilayah kawedanan seperti Banjar, Banjarsari, Pangandaran dan Cijulang yang asalnya masuk ke wilayah Kabupaten Kawasen dan Sukapura digabungkan ke Kabupaten Ciamis (tahun 1939).
20. Raden Ardi Winangun tahun 1944-1946, beliau merupakan bupati pertama setelah Indonesia merdeka.
21. Raden Petor Dendadikusumah tahun 1946-1948, turut gerilya.
22. Raden Tumenggung Gumelar Wiranegara tahun 1948-1950, asal Imbanagara.
23. Raden Prawiranata tahun 1950, beliau mendapat sebutan bupati gerilya karena diangkat pada zaman gerilya.
24. Raden Radi Martadinata tahun 1950-1952.
25. Raden Abdul Kahar Abdul Rifai tahun 1952, ada yang menculik dan gugur di Cilimus Kuningan.
26. Raden Rais Sastradipura tahun 1952-1954.
27. Raden Yusuf Suryasaputra tahun 1954-1958.
28. Raden Gahara Wijaya Surya tahun 1958-1960, Bupati Sulaeman Effendi (Kepala Daerah).
29. Raden Udia Kartapruwita tahun 1960-1966, dengan sebutan Bupati Kepala Daerah asal Ciamis pindah ke Bandung.
30. Raden Abbas Abubakar (Kolonel TNI) tahun 1966-1973 asal Cianjur pindah ke Purwakarta jadi Residen Pembantu Gubernur Wilayah Purwakarta, dan sekarang menjabat selaku Kepala ITWILPROP JABAR di Bandung (tahun 1982).
31. Raden Hudlly Bambang Aruman (Kolonel TNI) asal Cijulang, menjabat sebagai bupati tanggal 9 November 1973 sampai dengan tanggal 20 November 1978 kemudian pindah ke Bandung jadi Inspektur Pembangunan dan sekarang menjabat selaku Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tasikmalaya (tahun 1982).
32. Drs. Soejoed asal Desa Panyingkiran Ciamis dari tanggal 20 November 1978 sampai….
Demikianlah silsilah para Bupati yang pernah memegang kekuasaan Pemerintahan Kabuaten Galuh Ciamis dari tanggal 12 Juni 1642 sampai dengan…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar