Powered By Blogger

Rabu, 23 November 2011

Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-Quran

Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-Quran

Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu: Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir (QS 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: Tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup (QS 47:24).
Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain, mengenai "memahami Al-Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan."( Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan.
Kekaburan mengenai hal ini dapat menimbulkan ekses-ekses yang mempengaruhi perkembangan pemikiran kita dewasa ini dan generasi-generasi yang akan datang. Dalam bukunya, Science and the Modern World, A.N. Whitehead menulis: "Bila kita menyadari betapa pentingnya agama bagi manusia dan betapa pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa sejarah kita yang akan datang bergantung pada putusan generasi sekarang mengenai hubungan antara keduanya."6
Tulisan Whithead ini berdasarkan apa yang terjadi di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu, gereja/pendeta di satu pihak dan para ilmuwan di pihak lain, tidak dapat mencapai kata sepakat tentang hubungan antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan; tetapi agama yang dimaksudkannya dapat mencakup segenap keyakinan yang dianut manusia.
Demikian pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan agama dan sejarah perkembangan manusia pada generasi-generasi yang akan datang.

Periode Turunnya Al-Quran

Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran Al-Karim, yang di dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti diterangkan.
Persoalan akidah terkadang bergandengan dengan persoalan hukum dan kritik; sejarah umat-umat yang lalu disatukan dengan nasihat, ultimatum, dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Terkadang pula, ada suatu persoalan atau hukum yang sedang diterangkan tiba-tiba timbul persoalan lain yang pada pandangan pertama tidak ada hubungan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, apa yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur al-hurum berurutan dengan hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, dan perkawinan dengan orang-orang musyrik.
Yang demikian itu dimaksudkan agar memberikan kesan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu kesatuan yang harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Dalam menerangkan masalah-masalah filsafat dan metafisika, Al-Quran tidak menggunakan istilah filsafat dan logika. Juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Yang demikian ini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal manusia.
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran. Dengan mengetahui periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas.
Para ulama 'Ulum Al-Quran membagi sejarah turunnya Al-Quran dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah. Tetapi, di sini, akan dibagi sejarah turunnya Al-Quran dalam tiga periode, meskipun pada hakikatnya periode pertama dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat Makkiyah, dan periode ketiga adalah ayat-ayat Madaniyyah. Pembagian demikian untuk lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok Al-Quran.

Periode Pertama

Diketahui bahwa Muhammad saw., pada awal turunnya wahyu pertama (iqra'), belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman Allah: "Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan" (QS 74:1-2).
Kemudian, setelah itu, kandungan wahyu Ilahi berkisar dalam tiga hal. Pertama, pendidikan bagi Rasulullah saw., dalam membentuk kepribadiannya. Perhatikan firman-Nya: Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu dengan mengharap menerima lebih banyak darinya, dan sabarlah engkau melaksanakan perintah-perintah Tuhanmu (QS 74:1-7).
Dalam wahyu ketiga terdapat pula bimbingan untuknya: Wahai orang yang berselimut, bangkitlah, shalatlah di malam hari kecuali sedikit darinya, yaitu separuh malam, kuranq sedikit dari itu atau lebih, dan bacalah Al-Quran dengan tartil (QS 73:1-4).
Perintah ini disebabkan karena Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu wahyu yang sangat berat (QS 73:5).
Ada lagi ayat-ayat lain, umpamanya: Berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat. Rendahkanlah dirimu, janganlah bersifat sombong kepada orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Apabila mereka (keluargamu) enggan mengikutimu, katakanlah: aku berlepas dari apa yang kalian kerjakan (QS 26:214-216).
Demikian ayat-ayat yang merupakan bimbingan bagi beliau demi suksesnya dakwah.
Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af'al Allah, misalnya surah Al-A'la (surah ketujuh yang diturunkan) atau surah Al-Ikhlash, yang menurut hadis Rasulullah "sebanding dengan sepertiga Al-Quran", karena yang mengetahuinya dengan sebenarnya akan mengetahui pula persoalan-persoalan tauhid dan tanzih (penyucian) Allah SWT.
Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiah, serta bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliah ketika itu. Ini dapat dibaca, misalnya, dalam surah Al-Takatsur, satu surah yang mengecam mereka yang menumpuk-numpuk harta; dan surah Al-Ma'un yang menerangkan kewajiban terhadap fakir miskin dan anak yatim serta pandangan agama mengenai hidup bergotong-royong.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-macam reaksi di kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok:
  1. Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran Al-Quran.
  2. Sebagian besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al-Quran, karena kebodohan mereka (QS 21:24), keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyang (QS 43:22), dan atau karena adanya maksud-maksud tertentu dari satu golongan seperti yang digambarkan oleh Abu Sufyan: "Kalau sekiranya Bani Hasyim memperoleh kemuliaan nubuwwah, kemuliaan apa lagi yang tinggal untuk kami."
  3. Dakwah Al-Quran mulai melebar melampaui perbatasan Makkah menuju daerah-daerah sekitarnya.

Periode Kedua

Periode kedua dari sejarah turunnya Al-Quran berlangsung selama 8-9 tahun, dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah. Gerakan oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk menghalangi kemajuan dakwah Islamiah.
Dimulai dari fitnah, intimidasi dan penganiayaan, yang mengakibatkan para penganut ajaran Al-Quran ketika itu terpaksa berhijrah ke Habsyah dan para akhirnya mereka semua --termasuk Rasulullah saw.-- berhijrah ke Madinah.
Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran, di satu pihak, silih berganti turun menerangkan kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu, seperti: Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu (agama) dengan hikmah dan tuntunan yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya (QS 16:125).
Dan, di lain pihak, ayat-ayat kecaman dan ancaman yang pedas terus mengalir kepada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti: Bila mereka berpaling maka katakanlah wahai Muhammad: "Aku pertakuti kamu sekalian dengan siksaan, seperti siksaan yang menimpa kaum 'Ad dan Tsamud" (QS 41:13).
Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi-argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat berdasarkan tanda-tanda yang dapat mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti: Manusia memberikan perumpamaan bagi kami dan lupa akan kejadiannya, mereka berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-tulang yang telah lapuk dan hancur?" Katakanlah, wahai Muhammad: "Yang menghidupkannya ialah Tuhan yang menjadikan ia pada mulanya, dan yang Maha Mengetahui semua kejadian. Dia yang menjadikan untukmu, wahai manusia, api dari kayu yang hijau (basah) lalu dengannya kamu sekalian membakar." Tidaklah yang menciptakan langit dan bumi sanggup untuk menciptakan yang serupa itu? Sesungguhnya Ia Maha Pencipta dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya bila Allah menghendaki sesuatu Ia hanya memerintahkan: "Jadilah!"Maka jadilah ia (QS 36:78-82).
Ayat ini merupakan salah satu argumentasi terkuat dalam membuktikan kepastian hari kiamat. Dalam hal ini, Al-Kindi berkata: "Siapakah di antara manusia dan filsafat yang sanggup mengumpulkan dalam satu susunan kata-kata sebanyak huruf ayat-ayat tersebut, sebagaimana yang telah disimpulkan Tuhan kepada Rasul-Nya saw., dimana diterangkan bahwa tulang-tulang dapat hidup setelah menjadi lapuk dan hancur; bahwa qudrah-Nya menciptakan seperti langit dan bumi; dan bahwa sesuatu dapat mewujud dari sesuatu yang berlawanan dengannya."7
Disini terbukti bahwa ayat-ayat Al-Quran telah sanggup memblokade paham-paham jahiliah dari segala segi sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti dan kedudukan dalam rasio dan alam pikiran sehat.

Periode Ketiga

Selama masa periode ketiga ini, dakwah Al-Quran telah dapat mewujudkan suatu prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agama di Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-Madinah Al-Munawwarah). Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun, di mana timbul bermacam-macam peristiwa, problem dan persoalan, seperti: Prinsip-prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat demi mencapai kebahagiaan? Bagaimanakah sikap terhadap orang-orang munafik, Ahl Al-Kitab, orang-orang kafir dan lain-lain, yang semua itu diterangkan Al-Quran dengan cara yang berbeda-beda?
Dengan satu susunan kata-kata yang membangkitkan semangat seperti berikut ini, Al-Quran menyarankan: Tidakkah sepatutnya kamu sekalian memerangi golongan yang mengingkari janjinya dan hendak mengusir Rasul, sedangkan merekalah yang memulai peperangan. Apakah kamu takut kepada mereka? Sesungguhnya Allah lebih berhak untuk ditakuti jika kamu sekalian benar-benar orang yang beriman. Perangilah! Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan kamu sekalian serta menghina-rendahkan mereka; dan Allah akan menerangkan kamu semua serta memuaskan hati segolongan orang-orang beriman (QS 9:13-14).
Adakalanya pula merupakan perintah-perintah yang tegas disertai dengan konsiderannya, seperti: Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, berhala-berhala, bertenung adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Oleh karena itu hindarilah semua itu agar kamu sekalian mendapat kemenangan. Sesungguhnya setan tiada lain yang diinginkan kecuali menanamkan permusuhan dan kebencian diantara kamu disebabkan oleh minuman keras dan perjudian tersebut, serta memalingkan kamu dari dzikrullah dan sembahyang, maka karenanya hentikanlah pekerjaan-pekerjaan tersebut (QS 5:90-91).
Disamping itu, secara silih-berganti, terdapat juga ayat yang menerangkan akhlak dan suluk yang harus diikuti oleh setiap Muslim dalam kehidupannya sehari-hari, seperti: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki satu rumah selain rumahmu kecuali setelah minta izin dan mengucapkan salam kepada penghuninya. Demikian ini lebih baik bagimu. Semoga kamu sekalian mendapat peringatan (QS 24:27).
Semua ayat ini memberikan bimbingan kepada kaum Muslim menuju jalan yang diridhai Tuhan disamping mendorong mereka untuk berjihad di jalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak dan suluk yang sesuai dengan keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi (kalah, menang, bahagia, sengsara, aman dan takut). Dalam perang Uhud misalnya, di mana kaum Muslim menderita tujuh puluh orang korban, turunlah ayat-ayat penenang yang berbunyi: Janganlah kamu sekalian merasa lemah atau berduka cita. Kamu adalah orang-orang yang tinggi (menang) selama kamu sekalian beriman. Jika kamu mendapat luka, maka golongan mereka juga mendapat luka serupa. Demikianlah hari-hari kemenangan Kami perganti-gantikan di antara manusia, supaya Allah membuktikan orang-orang beriman dan agar Allah mengangkat dari mereka syuhada, sesungguhnya Allah tiada mengasihi orang-orangyang aniaya (QS 3:139-140).
Selain ayat-ayat yang turun mengajak berdialog dengan orang-orang Mukmin, banyak juga ayat yang ditujukan kepada orang-orang munafik, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut mengajak mereka ke jalan yang benar, sesuai dengan sikap mereka terhadap dakwah. Salah satu ayat yang ditujukan kepada ahli Kitab ialah: Katakanlah (Muhammad): "Wahai ahli kitab (golongan Yahudi dan Nasrani), marilah kita menuju ke satu kata sepakat diantara kita yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah; tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, tidak pula mengangkat sebagian dari kita tuhan yang bukan Allah." Maka bila mereka berpaling katakanlah: "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Muslim" (QS 3:64).

Dakwah menurut Al-Quran

Dan ringkasan sejarah turunnya Al-Quran, tampak bahwa ayat-ayat Al-Quran sejalan dengan pertimbangan dakwah: turun sedikit demi sedikit bergantung pada kebutuhan dan hajat, hingga mana kala dakwah telah menyeluruh, orang-orang berbondong-bondong memeluk agama Islam. Ketika itu berakhirlah turunnya ayat-ayat Al-Quran dan datang pulalah penegasan dari Allah SWT: Hari ini telah Kusempurnakan agamamu dan telah Kucukupkan nikmat untukmu serta telah Kuridhai Islam sebagai agamamu (QS 5:3).
Uraian di atas menunjukkan bahwa ayat-ayat Al-Quran disesuaikan dengan keadaan masyarakat saat itu. Sejarah yang diungkapkan adalah sejarah bangsa-bangsa yang hidup di sekitar Jazirah Arab. Peristiwa-peristiwa yang dibawakan adalah peristiwa-peristiwa mereka. Adat-istiadat dan ciri-ciri masyarakat yang dikecam adalah yang timbul dan yang terdapat dalam masyarakat tersebut.
Tetapi ini bukan berarti bahwa ajaran-ajaran Al-Quran hanya dapat diterapkan dalam masyarakat yang ditemuinya atau pada waktu itu saja. Karena yang demikian itu hanya untuk dijadikan argumentasi dakwah. Sejarah umat-umat diungkapkan sebagai pelajaran/peringatan bagaimana perlakuan Tuhan terhadap orang-orang yang mengikuti jejak-jejak mereka.
Sebagai suatu perbandingan, Al-Quran dapat diumpamakan dengan seseorang yang dalam menanamkan idenya tidak dapat melepaskan diri dari keadaan, situasi atau kondisi masyarakat yang merupakan objek dakwah. Tentu saja metode yang digunakannya harus sesuai dengan keadaan, perkembangan dan tingkat kecerdasan objek tersebut. Demikian pula dalam menanamkan idenya, cita-cita itu tidak hartya sampai pada batas suatu masyarakat dan masa tertentu; tetapi masih mengharapkan agar idenya berkembang pada semua tempat sepanjang masa.
Untuk menerapkan idenya itu, seorang da'i tidak boleh bosan dan putus asa. Dan dalam merealisasikan cita-citanya, ia harus mampu menyatakan dan mengulangi usahanya walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Demikian pula ayat-ayat Al-Quran yang mengulangi beberapa kali satu persoalan. Tetapi untuk menghindari terjadinya perasaan bosan, susunan kata-katanya --oleh Allah SWT-- diubah dan dihiasi sehingga menarik pendengarannya. Bukankah argumentasi-argumentasi Al-Quran mengenai soal-soal yang dipaparkan dapat dipergunakan di mana, kapan dan bagi siapa saja, serta dalam situasi dan kondisi apa pun?
Argumen kosmologis (cosmological argument) --yang oleh Immanuel Kant dikatakan sebagai suatu argumen yang sangat dikagumi dan merupakan salah satu dalil terkuat mengenai wujud Pencipta (Prime Cause)-- merupakan salah satu argumentasi Al-Quran untuk maksud tersebut. Bukankah juga penolakan Al-Quran terhadap syirik (politeisme) meliputi segala macam dan bentuk politeisme yang telah timbul, termasuk yang dianut oleh orang-orang Arab ketika turunnya Al-Quran?
Dapat diperhatikan pula, bahwa tiada satu filsafat pun yang memaparkan perincian-perinciannya dari A sampai Z dalam bentuk abstrak tanpa memberikan contoh-contoh hidup dalam masyarakat tempat ia muncul atau berkembang. Cara yang demikian ini tidak mungkin akan mewujud; kalau ada, maka ia hanya sekadar merupakan teori-teori belaka yang tidak dapat diterapkan dalam suatu masyarakat.
Tidakkah menjadi keharusan satu gerakan yang bersifat universal untuk memulai penyebarannya di forum internasional. Tapi, cara paling tepat adalah menyebarkan ajaran-ajarannya dalam masyarakat tempat timbulnya gerakan itu, dimana penyebar-penyebarnya mengetahui bahasa, tradisi dan adat-istiadat masyarakat tadi. Kemudian, bila telah berhasil menerapkan ajaran-ajarannya dalam suatu masyarakat tertentu, maka masyarakat tersebut dapat dijadikan "pilot proyek" bagi masyarakat lainnya. Hal ini dapat kita lihat pada Fasisme, Zionisme, Komunisme, Nazisme, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ajaran-ajaran Al-Quran itu khusus untuk masyarakat pada masa diturunkannya saja.

Tujuan Pokok Al-Quran

Dari sejarah diturunkannya Al-Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran mempunyai tiga tujuan pokok:
  1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
  2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
  3. Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, "Al-Quran adalah petunjuk bagi selunih manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat."

Catatan kaki

6 Whitehead, Science and the Modern World, hal. 180.
7 Lihat 'Abdul Halim Mahmud, Al-Tafsir Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar Al-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, 1982, h. 73-74.

Kuliah Umum Bimbingan dan Konseling UAD Yogyakarta

Pokok-pokok materi kuliah umum
PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Sutarno
Prodi BK FKIP UNS
I.             PENGANTAR
1.  Bimbingan dan Konseling yang berkembang dan dikembangkan di Indonesia berasal dari dunia barat, yaitu Amerika Serikat. Sehingga di negara asalnya bimbingan dan konseling dikembangkan dalam lingkungan berdasarkan nilai-nilai budaya barat yang berbeda dengan lingkungan Indonesia dengan nilai-nilai budaya timur, lebih khusus nilai-nilai budaya Indonesia.
2.  Bimbingan dan konseling yang di negara asalnya pada awalnya adalah bimbingan dan konseling di setting pekerjaan (vocational guidance) diadop-si di Indonesia di setting pendidikan (educational guidance) di sekolah.
3.  Bimbingan dan konseling pada awalnya dipahami sebagai “bimbingan dan penyuluhan, dan kegiatan kepenasehatan” yang berimplikasi pada pelaksana (pembimbing/penyuluh)---guru senior, isi bimbingan---nasehat, dan pelaksanaan-nya---gerakan (bukan keharusan, tidak ada landasan hukum), sasaran siswa yang bermasalah, dan satu arah dari guru. Secara run temurun terlaksana sampai sekarang. Akibatnya?...belum mendapat pengakuan sebagaimana pengajaran/ pembelajaran, belum terlaksana secara profesional (apalagi kalau Guru Bimbingan dan Konseling tidak profesional dan tidak kreatif).     
4.  Bimbingan dan konseling di setting pendidikan memperoleh “legalitas” sejak berlakunya Kurikulum 1975---untuk SD, SMP, SMA, dan kurikulum 1976 untuk SMK, sebagai bagian integral kurikulum (Buku III/c Pedoman Pelaksanaan Kurikulum 1975/1976: Bimbingan dan Penyuluhan).  Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional—Bab I, pasal 1, ayat 1 mengenai pendidikan memberi landasan hukum yang kuat, bimbingan sebagai bagian sistem pendidikan nasional, salah satu bentuk pelaksanaan pendidikan disamping pengajaran dan latihan. Selanjutnya disusul dengan (antara lain): (1) SK Men PAN Nomor 026 tahun 1989---bhw pekerjaan bimbingan dan penyuluhan berkedudukan seimbang dan sejajar dengan kegiatan mengajar, dan dengan tegas membedakan pekerjaan layanan bimbingan dan pekerjaan mengajar; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 dan 29 tahun 1990---Bab X, pasal 25 ayat 1 dan 2; (3) Kep Men PAN Nomor 84 tahun 1993 tentang tugas pokok Guru Pembimbing, diikuti Petunjuk Teknisnya dengan SK Mendkbud Nomor 025/U/1995; (4) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional---Bab I, pasal 1, ayat 6, bahwa konselor (bentuk pengakuan profesi) sebagai salah satu jenis pendidik disamping guru, dosen, widyaiswara, pamong belajar, fasilitator, dan instruktur; (5) Permendiknas Nomor 23/2006 rumusan tentang SKL dicapai melalui pengajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan koseling adalah kemandirian untuk mewujudkan diri dan pengembangan kapasitasnya yang dapat mendukung pencapaian kompetesi lulusan; (6) Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal oleh Ditjen PMPTK tahun 2007; (7) PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru---Bab III, pasal 15 butir 3-f dan pasal 24 butir 7-g : ...Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor”; dan (8) Permendiknas Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.

II.           PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN & KONSELING  
1.  Pendidikan dan Mendidik:
a.  Paedagogie, berarti membimbing atau memimpin anak.
b.  Pendidikan sebagai proses memperoleh kecakapan-kecakapan.
c.   Pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan adalah proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol  (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkem-bangan kemampuan sosial dan kemampuan individu secara optimum (Dictionary of Education dalam Sudharto dkk, 2009).     
d.  Pendidikan adalah: (1) Usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya yang akan datang (UU Nomor 2/1989); (2) Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepri-badian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya , masyarakat bangsa dan negara (UU Nomor 20/2003). 
e.  Pendidikan adalah: (1) pemanusiaan manusia, (2) pembuda-yaan anak, (3) pelaksanaan nilai-nilai (Driyarkoro, 1980).
f.    Mendidik: (1) Langeveld, mempengaruhi anak dalam usahanya membimbing anak agar menjadi dewasa, (2) Hoogveld, membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri, (3) Sis Heyster, membantu manusia dalam pertumbuhan, agar ia kelak mendapat kebaha-giaan batin yang sedalam-dalamnya yang dapat tercapai olehnya dengan tidak mengganggu orang lain, (4) S. Brojonegoro, memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai dengan terca-painya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani (Soedo-mohadi, A., 2005).
g.  Kesimpulan: Bimbingan dan membimbing merupakan aktifitas pendidikan.

2.  Bimbingan dan Konseling
a.  Bimbingan
1)  Kesamaan pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain: (1) Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu prinsip, tujuan, dan metode tertentu---tidak setiap pemberian bantuan adalah bimbingan, (2) Bimbingan diberikan kepada individu yang membutuhkannya, baik pria maupun wanita, baik anak-anak maupun orang dewasa, (3) Bimbingan diberi-kan kepeda individu agar mandiri dalam menetapkan pilihan-pilihan dan membuat keputusan-keputusan, dapat me-ngembangkan kemampuan untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri, dapat mema-hami dirinya dan lingkiungannya, dapat mengatur aktivitas hidupmya sendiri, (4) Bimbingan diberikan dalam interaksi antara pembimbing dan individu yang dibimbing. Dalam interaksi ini terjadi proses yang akhir-nya bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi individu yang dibimbing, (5) Bimbing-an diberikan dalam suasana sadar. Kesadaran itu disertai dengan proses pena-laran yang penuh, (6) Bimbingan itu diberikan dengan jalan asah, dan asih. Artinya bimbingan itu selalu dilakukan atas dasar kasih sayang dan kecintaan demi kebaha-giaan, (7) Bimbingan itu diberikan dengan memedomani norma-norma atau nilai-nilai yang dianut. Pelayanan bimbingan tidak menyimpang atau melanggar norma-norma atau nilai-nilai yang belaku dimasyarakat sekitarnya, dan (8) Bimbingan dilakukan oleh tenaga ahli, yaitu oleh otang-orang yang memiliki pengetahuan,  terlatih secara baik dalam bidang bimbingan dan konseling (Erman Amti, dkk, 1992).
2)  Bimbingan adalah bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, megenal lingkung-an dan merencanakan masa depan (PP. Nomr 28 dan 29 tahun 1990, Bab X, ps 25 ayat 1).
3)  Kesimpulan: Bimbingan adalah proses bantuan kepada individu agar ia dapat mandiri berdasarkan atas pemahaman diri dan penge-nalan lingkungannya dengan cara berinteraksi, pemberian gagasan, asuhan dan  arahan yang didasarkan pada norma-norma yang berlaku.

b.   Konseling
1)  Kesamaan diantara rumusan pengertian konseling yang dikemukakan oleh para ahli antara lain (1) Konseling itu melibatkan dua orang yang saling berinteraksi dengan jalan mangadakan komunikasi langsung, menge-mukakan dan memperhatikan dengan saksa-ma isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata, dan gerakan-gerakan lain; dengan maksud untuk meningkatkan pema-haman kedua belah pihak yang terlibat di dalam interaksi, (2) Model interaksi di dalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal, yaitu konselor dan klien saling berbicara. Klien berbicara tentang pikiran-pikirannya, perasaan -perasaannya, perilaku-nya, dan banyak lagi tentang dirinya.  Di pihak lain Konselor men-dengarkan dan menanggapi hal-hal yang dike-mukakan klien dengan maksud agar klien memberikan reaksinya dan berbicara lebih lanjut. Keduanya terlibat dalam memikirkan, berbicara, dan mengemukakan gagasan-gagasannya yang akhirnya bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien, (3) Tujuan dari hubungan konseling ialah terja-dinya perubahan pada pikiran/perasaan/ tingkah laku atau pikiran, perasaan, tingkah laku klien. Konselor memusatkan perha-tiannya kepada klien dengan mencurahkan segala daya dan uoayanya demi perubahan pada diri klien, yaitu perubahan ke arah yang lebih baik, teratasinya masalah yang dihadapi klien, (4) Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien, yaitu atas dasar penghargaan akan harkat dan martabat klien (Prayitno, 1994).
2)  Kesimpulan: Konseling (konseling individu-al) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui komunikasi antara seorang ahli (konselor) dengan individu yang sedang mengalami masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah-masalah yang dihadapi oleh klien---klien mampu  mengatasi sendiri masalahnya.
Sedang konseling kelompok dari definisi yang dikemukakan beberapa ahli dapat disimpulkan sbb.: Konseling kelompok adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang konselor kepada beberapa klien melalui teknik-teknik yang sesuai, yang bermuara pada teratasinya masalah yang sedang dihadapi oleh klien-klien---setiap klien mampu mengatasi sendiri masalahnya.

c.  Bimbingan dan Konseling
Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal oleh Ditjen PMPTK tahun 2007 menjelaskan tentang Bimbingan dan Konseling sbb.:
1)  Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu bagian wilayah layanan pendidikan dalam jalur pendidikan formal disamping manajemen dan supervisi, serta pembelajaran yang mendidik.
2)  Pengertian
Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya, artinya pelayanan B & K berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendi-dikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji terapan pelayanan B & K yang diwarnai oleh lingkungan budaya peserta didik.
Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang pengembangan kehi-dupan pribadi dan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendudkung berda-sarkan norma-norma yang belaku---BK per-kembangan.
3)  Hakekat
Bimbingan dan Konseling pada hakekanya adalah upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya---menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan moral spiritual.
4)  Misi kegiatan Bimbingan dan Konseling
a)  Misi Pendidikan: memfasilitasi pengem-bangan peserta didik melalui pembentukan peri laku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.
b)  Misi Pengembangan: memfasiitasi pengem-bangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah /madrasah, keluarga dan masyarakat.
c)  Misi pengentasan: memfasilitasi pengen-tasan masalah peserta didik mengacu kepada kehidupan efektif sehari-hari.

5)  Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan dilaksanakannya Bimbingan dan Konseling pada jalur pendidikan formal adalah membantu peserta didik mencapai perkem-bangan potensinya secara optimal, sehingga mampu mencapai tugas-tugas perkembang-annya, meliputi aspek pribadi sosial, belajar, dan karier peserta didik yang matang dan mandiri (memandirikan peserta didk).     
6)  Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
a.          Pengembangan kehidupan pribadi: membantu pesdik memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.
b.          Pengembangan kehidupan sosial: membantu pesdik memahami, menilai, dan mengembangkan kemampu-an hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkung-an sosial yang lebih luas.
c.          Pengembangan kemampuan belajar:  membantu pesdik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.
d.          Pengembangan karier: membantu pesdik memahami dan menilai informasi serta memilih dan mengambil keputusan karier.

III.         BIMBINGAN & KONSELING DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Mengacu pada keterkaitan Bimbingan & Konseling dan Pendidikan, serta dengan pendidikan nasional berdasarkan atas konsep pendidikan, bimbingan, konseling dan bimbingan & konseling maka peranan Bimbingan dan Konseling dalam pendidikan karakter pada dasarnya:
1.  Marupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, sehingga orientasi, tujuan dan pelaksanaan BK sebagai bagian dari orientasi, tujuan dan pelaksanaan pendidikan karakter.
2.  Bimbingan dan Konseling merupakan aktifitas pendidikan, yaitu sebagai  salah satu cara melaksanakan pendidikan karakter men-capai tujuan pendidikan karakter.
3.  Bimbingan dan Konseling merupakan katalisator dalam proses pendidikan karakter, artinya bahwa BK mempercepat proses pelak-sanaan pendidikan karakter dalam mencapai tujuannya.
4.  Program Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan bagian inti pendidikan karakter yang dilaksanakan dengan berbagai strategi pelayanan dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik mencapai kemandirian yang diharapkan sebagai karakter bangsa Indonesia yang dibutuhkan saat ini dan masa depan.
RUJUKAN:
Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Depdiknas. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Djatun, R., Sutijan, Sukirno. 2009. Pengantar Ilmu Pndidikan. Surakarta: Learning Resources FKIP UNS.
Soedomo Hadi, A. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: Kerjasama Lembaga Pengem-bangan Pendidikan UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS.
Soeharto dan Sutarno. 2009. Bimbingan dan Konseling. Surakarta: Learning Resources FKIP UNS.
Sudarto, dkk. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI.